BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan suatu
negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan
pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.
Efektifitas dan
keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu Sumber daya
manusia (yakni, orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada
pelaksanaan) dan Pembiayaan. Di antara dua faktor tersebut yang paling dominan
adalah faktor Sumber daya manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara
terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi
ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah
merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk Negara yang miskin.
Hal itu terjadi
salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya.
Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya
tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia ini sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang
sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara
yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh
kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan
lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan
keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu
merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol
adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Karena korupsi membawa dampak negatif
yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan Korupsi ?
2)
Apa saja bentuk-bentuk tindak pidana Korupsi ?
3)
Sebutkan faktor penyebab terjadinya Korupsi ?
4)
Sebutkan dampak-dampak dari Korupsi ?
5)
Sebutkan peran mahasiswa dalam gerakan anti-Korupsi ?
6)
Sebutkan upaya mengatasi Korupsi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah
ini selain memenuhi tugas dari Dosen, sesuai pada rumusan masalah diatas tujuan
penulisan makalah ini sebagai berikut :
1)
Dapat mengetahui pengertian Korupsi.
2)
Dapat menyebutkan bentuk-bentuk tindak pidana Korupsi.
3)
Mengetahui faktor-faktor penyebab Korupsi.
4)
Mengetahui dampak-dampak Korupsi.
5)
Mengetahui peran mahasiswa dalam gerakan anti-Korupsi.
6)
Dapat menyebutkan upaya-upaya dalam mengatasi Korupsi.
1.4 Manfaat Penulisan
Berlandaskan pada
fenomena serta pendekatan budaya yang marak terjadi di Negeri kita ini seperti
yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, makalah ini lebih
menenekankan pada pembangunan karakter anti-korupsi pada diri individu
mahasiswa.
Jadi secara garis besar
manfaat pendidikan Anti-Korupsi adalah membentuk kepribadian anti-korupsi pada
diri pribadi mahasiswa serta membangun semangat dan kompetensinya sebagai agent of change bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang bersih dan bebas dari ancaman korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi sesungguhnya
sudah lama ada terutama sejak manusia mengenal tata kelola administrasi. Pada
kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan
korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintah. Korupsi juga
sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. Sekalipun sudah dikategorikan
sebagai tindakan yang melanggar hukum, pengertian korupsi dipisahkan dari
bentuk pelanggaran hukum lainnya, karena
begitu luas aspek-aspek yang terkait dengan korupsi hingga organisasi
internasional seperti PBB saja memiliki badan khusus untuk memantau korupsi
dunia.
Kata “korupsi” atau dalam
bahasa Malaysia yaitu “rasuah” (dalam
bahasa latin: corruptio dari kata kerja corrumpere)
artinya secara harfiah adalah kebusukan, kerusakan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia: Korupsi
ialah perbuatan yang buruk seperti pengertian penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya (Poerwadarminta : 1976). Sedangkan pengertian korupsi
menurut UU No 31 Tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi adalah perbuatan setiap orang baik pemerintahan maupun swasta
yang melanggar hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau yang dapat merugikan keuangan negara.
Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan tindakan atau perbuatan yang bertentangan
kaidah-kaidah umum yang berlaku dimasyarakat baik dilakukan oleh pejabat
publik, politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka (koruptor) untuk mendapatkan
keuntungan sepihak atau orang tertentu.
2.2 Bentuk-Bentuk Korupsi
Dalam
melaksanakan tugas atau melakukan kegiatan usaha banyak hal yang terjadi. Para
pegawai dalam melaksanakan tugasnya lalai, kinerjanya tidak baik dan kurang
disiplin. Hal ini merupakan suatu pelanggaran yang bisa dikatagorikan korupsi.
Para pengusaha atau para perilaku ekonomi lain dalam melaksanakan kegiatannya
banyak melakukan hal tidak terpuji yang dicapai untuk mencapai keuntungan
dengan cara-cara seperti contoh sebagai berikut : (1) Pengusaha, untuk
mendapatkan izin usaha dengan cepat bersedian membayar kepada petugas
pengurusan perizinan walaupun diluar ketentuan pegawai, yang mutasi bersedia
membayar harga pengurusan surat-surat mutasinya kepada petugas di instansi yang
bersangkutan walaupun tidak ada aturan dan ketentuannya. (2) Pelamar kerja,
demi bisa diterima bersedia membayar kepada pejabat atau petugas yang bersedia
mengusahakan agar bisa diterima padahal itu diluar ketentuan.
Berdasarkan contoh perilaku di atas baik yang
dilakukan oleh orang yang dilayani maupun oleh petugas sebagai pelayan keduanya
melanggar aturan. Karena dari perilaku tersebut muncul bibit-bibit korupsi yang
tidak terasa perkembangannya.
Berdasarkan UU
Tindak Pidana Korupsi Bentuk/jenis tindak pidana korupsi dan tindak pidana yang
berkaitan dengan korupsi ada 30 kelompok. Namun berdasarkan Buku Saku yang
dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK : 2006) Terdapat
beberapa jenis tindak pidana korupsi antara lain : Memberi atau menerima hadiah
atau janji (Suap Menyuap), Penggelapan dalam jabatan, Pemerasan, Ikut serta
dalam benturan kepentingan pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara
negara), Perbuatan curang, dan Gratifikasi.
2.3 Faktor Penyebab Korupsi
Korupsi di Indonesia sudah “membudaya” sejak dulu, sebelum dan sesudah
kemerdekaan di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era reformasi.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih
jauh dari yang di inginkan rakyat Indonesia.
Korupsi sebagai “masalah keserakahan elit” telah mencoreng citra bangsa di
mata internasional. Sangatlah wajar apabila kampanye anti keserakahan dijadikan
sebagai salah satu upaya memberatas korupsi. Banyak faktor penyebab terjadinya korupsi,
namun faktor tersebut berpusat pada satu hal yakni “Toleransi terhadap
korupsi”. Sering terjadi banyak wicara dan upacara ketimbang aksi yang
mencermati faktor penyebab korupsi sangat tepat sebagai langkah awal bergerak
menuju pemberantasan korupsi yang rill.
Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan
penyebab korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang di datangkan dari
diri pribadi seseorang sedangkan faktor eksternal adalah faktor penyebab
terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar.
Faktor internal terjadi terdiri dari aspek moral: misalnya lemahnya
keimanan, kejujuran, rasa malu, dan aspek sikap atau perilaku: misalnya sifat
tamak/rakus, pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat
mendorong seseorang untuk berperilaku korup.
Faktor eksternal bisa dilacak dari (1)aspek ekonomi misalnya: pendapatan
atau gajih tidak mencukupi kebutuhan, (2)aspek managemen dan organisasi
misalnya: ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, (3)aspek hukum, terlihat
dalam buruknya wujud perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum dan
(4)aspek sosial yaitu lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung perilaku
anti korupsi.
2.4 Dampak Korupsi
Kondisi yang mendukung munculnya
Korupsi:
- Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
- Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah.
- Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
- Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
- Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
- Lemahnya ketertiban hukum.
- Lemahnya profesi hukum.
- Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
- Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Meluasnya
praktik korupsi di suatu Negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa,
misalnya harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang rendah, akses rakyat
terhadap pendidikan dan kesehatn menjadi sulit, keamanan suatu Negara terancam,
kerusakan lingkungan hidup, dan citra pemerintah yang buruk di mata
internasional sehingga menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal
asing, krisis ekonomi yang berkepanjangan, dan Negara pun menjadi semakin
terperosok dalam kemiskinan.
Berikut dampak
masif korupsi akan dibagi menjadi beberapa aspek,yaitu:
·
Dampak
ekonomi,
seperti lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, penurunan produktifitas,
rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik, menurunya pendapatan Negara
dari sektor pajak serta meningkatnya hutang Negara.
·
Dampak
sosial dan kemiskinan masyarakat, seperti mahalnya harga jasa dan pelayanan publik,
pengentasan kemiskinan berjalan lambat, terbatasnya akses bagi masyarakat miskin,
meningkatnya angka kriminalitas, solidaritas sosial semakin langka dan
demoralisasi
·
Runtuhnya
otoritas pemerintah,
seperti matinya etika sosial politik, tidak efektifnya peraturan dan
perundang-undangan, birokrasi tidak efisien.
·
Dampak
terhadap politik dan demokrasi, munculnya
kepemimpinan korup, hilangnya kepercayaan publik pada demorasi, menguatnya
plutokrasi, hancurnya kedaulatan rakyat.
·
Dampak
terhadap penegakan hukum, misalnya fungsi pemerintah mandul, hilangnya
kepercayaan rakyat terhadap lembaga Negara.
·
Dampak
terhadap pertahanan dan keamanan, seperti kerawanan HANKAMNAS karena lemahnya
alustista dan SDM, lemahnya garis batas Negara, menguatnya sisi kekerasan dalam
masyarakat.
·
Dampak
kerusakan lingkungan,
misalnya menurunya kualitas lingkungan, menurun kualitas hidup.
2.5 Peran Mahasiswa dalam Gerakan Anti-Korupsi
Belajar dari
masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas
dari peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan.
Dalam sejarah tercatat
bahwa mahasiswa mempunyai peran penting dalam menentukan perjalanan bangsa
Indonesia. Dengan idealisme, semangat muda, dan kemampuan intelektual tinggi
yang dimiliki mahasiswa mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change). Peran mahasiswa
tersebut terlihat menonjol dalam peristiwa-peristiwa besar seperti Kebangkitan
nasional tahun 1908, Sumpah pemuda tahun 1928, Proklamasi kemerdekaan 1945, lahirnya
Orde baru tahun 1966, dan reformasi 1998. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
peristiwa-peristiwa besar tersebut mahasiswa tampil di depan sebagai motor
penggerak dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang mereka miliki
dan jalankan. Tapi faktanya sampai sekarang fenomena korupsi tidak berhenti menggrogoti bangsa Indonesia,
korupsi merupakan kejahatan yang bukan hanya merugikan negara tetapi juga
masyarakat. Artinya keadilan dan kesejahteraan masyarakat sudah mulai terancam.
Maka saatnya mahasiswa harus sadar dan bertindak. Adapun upaya-upaya yang bisa
dilakukan oleh mahasiswa adalah:
1.
Menciptakan lingkungan bebas dari korupsi
di kampus
Hal ini terutama dimulai dari kesadaran
masing-masing mahasiswa yaitu menanamkan kepada diri mereka sendiri bahwa
mereka tidak boleh melakukan tindakan korupsi walaupun itu hanya tindakan
sederhana, misalnya terlambat datang ke kampus, menitipkan absen kepada teman
jika tidak masuk atau memberikan uang suap kepada para pihak pengurus beasiswa
dan macam-macam tindakan lainnya.
Memang hal tersebut kelihatan sepele
tetapi berdampak fatal pada pola pikir dan dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan
bahkan yang lebih parah adalah menjadi sebuah karakter. Selain kesadaran pada
masing-masing mahasiswa maka mereka juga harus memperhatikan kebijakan internal
kampus agar dikritisi sehingga tidak memberikan peluang kepada pihak-pihak yang
ingin mendapatkan keuntungan melalui korupsi. Misalnya ketika penerimaan
mahasiswa baru mengenai biaya yang diestimasikan dari pihak kampus kepada calon
mahasiswa maka perlu bagi mahasiswa untuk mempertanyakan dan menuntut sebuah
transparasi dan jaminan yang jelas dan hal lainnya. Jadi posisi mahasiswa di
sini adalah sebagai pengontrol kebijakan internal universitas.
Dengan adanya kesadaran serta komitmen
dari diri sendiri dan sebagai pihak pengontrol kebijakaninternal kampus maka
bisa menekan jumlah pelaku korupsi. Upaya lain untuk menciptakan lingkungan
bebas dari korupsi di lingkungan kampus adalah mahasiswa bisa membuat koperasi
atau kantin jujur. Tindakan ini diharapkan agar lebih mengetahui secara jelas
signifikansi resiko korupsi di lingkungan kampus.Mahasiswa juga bisa
berinisiatif membentuk organisasi atau komunitas intra kampus yang berprinsip
pada upaya memberantas tindakan korupsi. Organisasi atau komunitas tersebut
diharapkan bisa menjadi wadah mengadakan diskusi atau seminar mengenai bahaya korupsi.
Selain itu organisasi atau komunitas ini mampu menjadi alat pengontrol terhadap
kebijakan internal kampus.
Sebagai gambaran, SACW yang baru saja
dibentuk pada kabinet KM (semacam BEM) ITB 2006/2007 lalu sudah membuat embrio
gerakannya. Tersebar di seluruh wilayah Indonesia, anggota SACW dari UIN Padang
sudah mulai mengembangkan sayap. Begitu pula mereka yang berada di UnHalu
Sulawesi sudah melakukan investigasi terhadap rektorat mereka yang ternyata
memang terjerat kasus korupsi.
2.
Memberikan pendidikan kepada masyarakat
tentang bahaya melakukan korupsi
Upaya mahasiswa ini misalnya memberikan
penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya melakukan tindakan korupsi karena
pada nantinya akan mengancam dan merugikan kehidupan masyarakat sendiri. Serta menghimbau
agar masyarakat ikut serta dalam menindaklanjuti (berperan aktif) dalam
memberantas tindakan korupsi yang terjadi di sekitar lingkungan mereka. Selain
itu, masyarakat dituntut lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa
kurang relevan. Maka masyarakat sadar bahwa korupsi memang harus dilawan dan
dimusnahkan dengan mengerahkan kekuatan secara massif, artinya bukan hanya
pemerintah saja melainakan seluruh lapisan masyarakat.
3.
Menjadi alat pengontrol terhadap kebijakan
pemerintah
Mahasiswa selain sebagai agen perubahan
juga bertindak sebagai agen pengontrol dalam pemerintahan. Kebijakan pemerintah
sangat perlu untuk dikontrol dan dikritisi jika dirasa kebijakan tersebut tidak
memberikan dampak positif pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan
semakin memperburuk kondisi masyarakat. Misalnya dengan melakukan demo untuk
menekan pemerintah atau melakukan jajak pendapat untuk memperoleh hasil
negosiasi yang terbaik.
4.
Memiliki tanggung
jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan
kepentingan publik.
5.
Tidak bersikap apatis
dan acuh tak acuh.
6.
Melakukan kontrol
sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
7.
Membuka wawasan
seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan
aspek-aspek hukumnya.
8.
Mampu memposisikan
diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan
keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Hambatan dalam Penerapan Pendidikan Anti Korups di
Lingkungan Kampus:
- Minimnya leader atau pemimpin yang dapat dijadikan panutan dan kurangnya political-will dari pemerintah untuk mengurangi korupsi.
- Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah setengah.
- Karena beberapa perilaku sosial yang terlalu toleran terhadap korupsi.
- Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
- Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati yang tidak pernah memiliki roh sama sekali.
- Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
- Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi
- pada sistem politik dan sistem administrasi Indonesia.
- Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
- Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa dan masyarakat yang semakin canggih.
- Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.
Begitulah perjuangan mahasiswa dalam
memperjuangkan idealismenya yaitu untuk memperoleh cita-cita dalam menciptakan
keadilan dan kesejahteraan di masyarakat. Maka tentunya mahasiswa dituntut utuk
benar-benar konsisten atau memegang teguh idelisme mereka. Memang tidak
dipungkiri sekarang ini banyak mahasiswa yang sudah luntur idealismenya karena
terbuai dengan budaya konsumtif dan hedonisme. Hal tersebut ternyata membuat
mereka semakin berfikir dan bertindak apatis terhadap fenomena yang ada di
sekitar mereka dan kecenderungan memikirkan diri mereka sendiri. Padahal
perjuangan mahasiswa tidak berhenti begitu saja ada hal lainnya yang menanti untuk
diperjuangankan oleh mereka, yaitu dalam melawan dan memberantas korupsi. Maka
dengan itu mahasiswa harus mengetahui tiga pilar strategi menangani tindakan
korupsi yaitu sebagai berikut:
1.
Strategi preventif
Upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan
sistem dan prosedur dengan membangun budaya organisasi yang mengedepankan
prinsip-prinsip fairness, transparency, accountability and responsibility yang
mampu mendorong setiap individu untuk melaporkan segala bentuk korupsi yang
terjadi.
2.
Strategi Investigative
Upaya memerangi atau penindakan korupsi
melalui deteksi, investigasi dan penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi.
3.
Strategi Edukatif
Upaya pemberantasan korupsi dengan
mendorong masyarakat untuk berperan serta memerangi korupsi dengan sesuai dengan
kapasitas dan kewenangan masing-masing maka masyarakat perlu ditanamkan
nilai-nilai kejujuran (integrity) serta kebencian terhadap korupsi melalui
pesan-pesan moral.
Tiga pilar strategi yang dijelaskan di
atas pada intinya membutuhkan usaha keras dari pemerintah dalam memberantas
korupsi juga sangat penting dalam melibatkan partisipasi masyarakat/mahasiswa.
Penjelasan sebelumnya telah dipaparkan
bahwa pentingnya peran masyarakat/mahasiswa dalam memberantas korupsi. Bentuk –
bentuk peran serta masyarakat/mahasiswa dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah sebagai berikut :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam
mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana
korupsi kepada penegak hukum
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara
bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana
korupsi
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan
tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat
2.6
Upaya Mengatasi Korupsi
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan
anti korupsi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi empat wilayah, yaitu : di
lingkungan keluarga, di lingkungan kampus, di masyarakat sekitar, dan di
tingkat lokal/nasional.
Menurut hasil survei Transparency
International mengenai “Barometer Korupsi Global”, menempatkan partai politik
di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4.2 (dengan rentang
penilaian I-5, 5 untuk yang terkorup). Sesuai dari data tersebut di Asia,
Indonesia menduduki prestasi sebagai Negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup
10) diatas India (8.9), Vietnam (8.67), Filipina (8.33), dan Thailand (7.33). (ADNAN
TOPAN HUSODO :2008)
Upaya mengatasi korupsi di bagi
dengan dua cara (1) upaya perbaikan perilaku manusia, antara lain dapat dimulai
dengan menanamkan nilai-nilai yang mendukung terciptanya perilaku anti korupsi.
Nilai-nilai tersebut antara lain kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan,
tanggung jawab, kerja keras, kesederhana, keberanian, dan keadilan. Penanaman
nilai-nilai ini juga penting dilakukan kepada mahasiswa. Pendidikan anti
korupsi bagi mahasiswa dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain dalam
bentuk perkuliahan baik dalam bentuk mata kuliah wajib maupun pilihan, kegiatan
sosialisasi, seminar, kampanye gerakan anti korupsi atau bentuk-bentuk kegiatan
ekstra kulikuler lainnya.
(2) upaya perbaikan sistem antara
lain, dapat dilakukan dengan memperbaiki peraturan perundang-undangan yang
berlaku, memperbaiki tata kelola pemerintahan, reformasi birokrasi, menciptakan
lingkungan kerja yang anti-korupsi, menerapkan prinsip-prinsip clean and good governance (pemerintah
yang bersih atau bebas korupsi), pemanfaatan teknologi untuk transparansi, dan
lain-lain. Tentu saja upaya perbaikan sistem ini tidak hanya merupakan
tanggungjawab pemerintah saja, tetapi harus didukung oleh seluruh pemangku
kepentingan termasuk mahasiswa. Pengetahuan tentang upaya perbaikan sistem ini
juga penting diberikan kepada mahasiswa agar dapat lebih memahami upaya
memerangi korupsi. Dengan tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya
anti korupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat
bereperan secara aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kata korupsi sudah bukan hal yang asing
bagi kita. Kata “korupsi” berasal dari
bahasa latin: corruptio dari kata kerja corrumpere
artinya secara harfiah adalah kebusukan, kerusakan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Korupsi yang terjadi di Indonesia
sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh
sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem
demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan dan tatanan sosial
kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang
telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Jika kondisi
ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat dampak korupsi akan
menghancurkan negeri ini. Maka dengan itu dibutuhkan peran mahasiswa dalam
gerakan anti-korupsi dengan cara menerapkan tiga pilar strategi yang sudah
disampaikan dalam pembahasan sebelumnya serta menanam nilai-nilai anti-korupsi(Kejujuran,
kepedulian, kemandirian, kedisplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana,
keberanian, serta keadilan) dan prinsip-prinsip anti-korupsi(Akuntabilitas,
transparansi, kewajaran, kebijakan, kontrol kebijakan).
3.2
Saran
Korupsi harus dipandang sebagai
kejahatan luar biasa oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk
memberantasnya. Korupsi tidak akan musnah jika hanya dilakukan oleh pemerintah
saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat atau bahkan mahasiswa yang sebagai
pewaris masa depan diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia. Artinya peran aktif mahasiswa disini adalah ikut
membangun budaya anti korupsi dimasyarakat dan difokuskan pada upaya pencegahan
korupsi saja. Dengan demikian mahasiswa diharapkan sebagai agen perubahan (agen
of change) dan sebagai motor penggerak
gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif mahasiswa
perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan
pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif
mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam
kehidupan sehari-hari.
Daftar
Pustaka
Bahan ajar: Pendidikan Kewarganegaraan tentang Pendidikan Anti-Korupsi
untuk perguruan tinggi.
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill”
Pemberantasan Korupsi : Kompas.
Risbiyantoro, Mohamad, 2005. Peranan Mahasiswa dalam
Memerangi Korupsi, Op cit.
Erica, Peran Gerakan Mahasiswa dalam
Pemberantasan Korupsi, dalam http://ericamourissa.ngeblogs.com, 2007
http://wawasanfadhitya.blogspot.com/2012/08/upaya-pemberantasan-korupsi-di-indonesia.html.